Selogan “Bad News is Good News” seolah
menjadi pakem yang diaminkan oleh hampir seluruh media massa. Hal ini tercermin
dari persentase berita buruk yang dimuat oleh media baik cetak maupun online
sangat tinggi.
Tapi apakah benar demikian? nyatanya tidak. Pada dasarnya berita memiliki nilai, antara lain keunikan/keganjilan, dan prestasi. Jadi tidak melulu soal keburukan.
Di sisi lain, masyarakat juga
akan merasa gerah dengan berita-berita yang selalu negatif. Berita negatif hanya
akan melahirkan stigma negatif dan akan berdampak pada tindakan yang negatif
pula. Berita negatif sebaiknya hanya sebatas menjadi informasi dan harus
disikapi dengan baik oleh masyarakat.
Masyarakat membutuhkan berita
yang dapat mencerahkan, menginspirasi, dan mendidik. Dengan kata lain
masyarakat lebih membutuhkan berita positif dari pada berita negatif. Dengan berita
positif, masyarakat akan memiliki mindset yang positif sehingga akan melahirkan
tindakan yang positif.
Memang tidak salah mengangkat
berita negatif demi mendapat perhatian lebih banyak dari publik, namun sebagai
jurnalis, jangan sampai hanya mengandalkan berita negatif untuk mendapatkan
perhatian dari masyarakat.
Parni Hadi telah memulai praktik
jurnalis dengan sangat baik. Buahnya ia tuangkan menjadi sebuah ide “Jurnalisme
Profetik”. Ia mengajarkan bahwa jurnalis tidak hanya tentang bagaimana memberikan
informasi kepada masyarakat, tapi jurnalis juga berperan besar dalam membawa
perubahan peradaban suatu bangsa.
Jurnalis di era digital memiliki
tantangan yang lebih besar dari era sebelumnya. Jurnalis yang profesional mesti
mentransformasi mindset. Jurnalis tidak sama dengan sekelompok penggandrung
media sosial, para haters, atau artis yang membutuhkan popularitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar