Tak ada manusia yang kerasan dengan hidup dalam kesendirian dan keterasingan. Seolah berbeda jenis dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tak heran ketika ada seseorang yang membuka telapak tangannya walau hanya untuk sekedar berjabat tangan denganku secepat mungkin akan ku sambar tangan - tangan itu. Pribadi polos anak kelas satu SMA yang penyendiri menjadi tempat paling mudah untuk mencuri tempat. Semudah menghirup udara sejuk di tengah keheningan sunyi dan birunya pagi di atas lapangan sekolahku.
Hati yang biru, sebiru pagi ini seakan ruang kosong yang pintunya terbuka lebar menunggu bahkan mencari berkas sinar yang mampu menerangi hatiku. Tak adakah sinar itu di sini? Kemanakah aku harus mencari sinar itu? Menelisik penyebab kehampaan jiwa ku saat ini. Duduk, berdiri, berjalan, dan berlari dengan tatapan kosong.
Wajah berbatas jilbab putih membuka memori tiga tahun lalu, saat ku belajar di sekolah yang berdiri tepat di pinggir kali. Tempat awalku mencari arti hidup. Namanya Ani, teman satu kelasku saat masih di bangku kelas satu Madrasah Tsanawiyah, setingkat SMP.
Putih kulitnya bersaing dengan jilbab di kepalanya. Lekuk bibir merah yang di hiasi gigi gingsulnya menambah manis sunggingan senyumnya. Tatapan bening matanya menyemburatkan rasa tersendiri. Mancung hidungnya melengkapi kekuasaan Allah SWT di wajahnya.
Tegur sapa dengannya menghangatkan hari pagiku yang dingin. Bercakap dengannya mengingatkanku masa tiga tahun yang lewat begitu saja. Dengan tawa dan canda kuhabiskan pagi ini dengannya. Suara bel melengking tepat di atas kepala kami, memotong gurauan yang sangat kunikmati ini.

Kunikmati tanpa berpikir tentang ini semua. Mengikuti alur cerita dua orang muda-mudi pelajar SMA. Dan kuyakin kalian pasti tahu apa ujung alur ceritanya. Dan memang itulah yang menghampiri hari-hariku. Meracuni diri sendiri, tapi tak sadar bahwa racun yang sedang ku minum. Ternyata sangat sulit membedakan antara obat dengan racun. Dia, adalah racun yang menjadi obat untukku. Walaupun pahit, tapi tetap saja ku minum. Aah, tak tahukah kalian yang dirasakan orang saat jatuh cinta.
Tapi racun tetaplah racun, nyatanya racun tak bisa menjadi obat, apalagi sampai menyembuhkan. Yang namanya racun kerjanya untuk merusak dan membunuh apa yang teracuni. Dan racun ini merusak iman dan membunuh hatiku. Seharusnya ku ingat kata-kata guruku kepadaku saat pulang dari kajian. “ wanita itu jinak-jinak merpati ”, begitu katanya, namun ku tak mengerti apa arti kalimat itu. Dan yang ku alami ini mengajarkanku apa yang di sebut dengan jinak-jinak merpati.
Tak semua yang dianggap baik oleh mata manusia, baik menurut Tuhannya. Dan tak semua yang buruk di mata manusia, buruk juga menurut Tuhannya. Baik dan buruk hanya menurut Allah, manusia hanya makhluk yang memiliki sifat buruk dan baik itu.
salam saatra
BalasHapus