Agenda
pertama hari minggu setelah sarapan pagi adalah liqo. Alhamdulillah sejak SMA
aku masih terlibat perkumpulan kecil-kecilan ini. meskipun sudah berkali-kali
pindah dari halaqah yang satu ke halaqah yang lain.
Ada
satu hikmah yang dapat aku petik dari materi liqo hari ini. saat aku buat
tulisan ini, bumi pertiwi Indonesia sedang dilanda bencana. Di Pulau Jawa,
sebagian besar daerahnya dihantam banjir. Bahkan daerah-daerah yang sebelumnya
tidak pernah banjir, pada tahun ini dilanda banjir cukup besar. Di Sumatra,
gunung Sinabung muntah lagi. Di Pontianak, terjadi kebakaran di beberapa titik
akibat cuaca panas yang berlebihan.
Akibat
fenomena alam ini, para pakar ilmu pengetahuan menjadi sangat sibuk. Mereka
harus melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menjadi penyebab bencana
alam tersebut. bukan hanya penyebab, mereka juga dituntut untuk mencari solusi
ampuh untuk menanggulangi bencana tersebut. Selain pakar ilmu pengetahuan, para
pemimpin daerah juga sibuk mengurus kerusakan dan kerugian akibat bencana alam
di daerahnya.
Di sinilah
letak kekeliruan penduduk bumi saat ini. Semua disandarkan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi. Coba kita tanyakan kepada sang Pencipta alam. Bukankah
yang paling mengetahui tentang suatu benda, adalah siapa yang menciptakan benda
itu. Siapa pencipta bumi ini? tentu semua dari kita tahu jawabannya.
Tapi, apakah kita pernah bertanya kepadanya? Bertanya kepada sang
Pencipta perihal bencana yang melanda nusantara akhir-akhir ini? mungkin kalian
akan bertanya, bagaimana caranya bertanya kepada Tuhan? Kita memang bukan Nabi,
dan memang tidak akan ada lagi Nabi setelah Muhammad SAW. Tapi, bukankah Nabi
mewariskan kitab suci Al-Qur’an kepada kita. Lewat situlah kita bertanya dan
mencari jawabannya.
Dalam
Q.S Ar-Rum ayat 41, Tuhan secara jelas mengatakan bahwa akan nampak kerusakan di
bumi dan di laut sebagai akibat perbuatan tangan manusia. Bencana alam
menyebabkan kerusakan yang maha dahsyat di muka bumi. Manusia berusaha mencari
cara untuk menanggulangi akibatnya, dan mencegah terjadinya bencana alam. Membangun
bendungan, membangun tanggul, membuat sodetan, dan lain-lain. Tapi menurutku,
ada yang satu ahal dilewatkan oleh manusia itu sendiri.
Manusia
melakukan berbagai cara untuk menanggulangi bencana alam. Tapi, manusia
tidak mengubah perilakunya sendiri. Manusia tidak sampai akal untuk
memikirkan bahwa sabab-musabab terjadinya bencan alam adalah gaya hidup manusia
yang tidak pernah perduli dengan keseimbangan alam. Hutan dicukur sampai
gundul, isi perut bumi dikuras habis-habisan, sungai disulap menjadi tempat
pembuangan sampah, dan bantarannya dijadikan pemukiman yang padat. Bukankah
semua ini dimainkan oleh makhluk tuhan yang bernama “manusia”?
Akibat
kerakusan manusia, semua potensi alam bumi disedot untuk perutnya sendiri.
Sebagai akibatnya, keseimbangan alam terganggu. Maka, perlahan-lahan mulai
terjadi bencana dimana-mana.
Perkembangan
sains bukan untuk dijadikan dasar oleh umat manusia sehingga mengalahkan
ketetapan Tuhan. Sains adalah jalan untuk mengungkap proses terjadinya sesuatu,
tapi bukan untuk dijadikan sandaran mutlak oleh manusia. Tuhan menyampaikan
lewat Al-Qur’an bahwa bencana yang terjadi adalah akibat perbuatan manusia itu
sendiri. Dan sains menjelaskan kepada manusia tentang penyebab terjadinya bencana
alam. Maka menjadi jelas, penyebab dan yang akibat yang disebabkannya
sehingga seharusnya manusia mengerti akar masalahnya, yakni “dirinya
sendiri”. Maka dari itu, gaya hidup manusia yang harus diperbaiki.
Kalau
kita lanjutkan sampai selesai ayat tersebut, Tuhan menyatakan maksud dan tujuan
membuat bencana di muka bumi, yakni “agar manusia kembali kepada jalan yang
benar.” Itu artinya, ketika terjadi bencana alam dimana-mana, itu
sebagai tanda bahwa manusia sudah berada di atas jalan yang salah. Maka,
kembalilah ke jalan yang benar.
Mari
kita dalami lagi kasus ini dilihat dari sisi sang Pencipta melalui firmannya.
Tuhan menceritakan kisah negeri Saba di dalam Al-Qur’an. Aku pikir, Saba
sangat mirip dengan Negeri Indonesia. Karena Tuhan mengatakan secara
eksplisit bahwa Saba adalah negeri yang sangat subur. Sudah tidak diragukan
lagi bahwa Indonesia adalah Negara yang subur. Namun, keberlimpahan penduduk
negeri Saba membuat mereka lalai dan tidak lagi bersyukur kepada Tuhan. Mereka
bertindak semaunya tanpa memperdulikan kelestarian alam negerinya. Maka Tuhan
murka dan memberikan bencana banjir kepada mereka. Sobat, bukankah kisah ini
sangat mirip dengan kisah negeri ini? manusia tidak lagi bersyukur kepada Tuhan
atas limpahan hasil alam yang luar biasa banyak. Karena kerakusannya, manusia
hanya sibuk mengeruk hasilnya saja tanpa memikirkan keseimbangannya (baca:eksploitasi).
Maka, mengapa kita tidak pernah berpikir dan mengambil pelajarannya, “Syukur”,
hanya itu yang diinginkan Tuhan.
“Syukur”
dapat dilakukan dengan banyak cara, seperti menjaga kelestarian alam, berlaku
jujur, hidup rukun antar sesama manusia, saling bekerja sama merawat dan
memelihara alam ini, tindak melakukan praktik KKN, dan menjadi manusia yang
patuh terhadap perintah Tuhan. Jangan pernah berpikir bahwa tindakan KKN,
tawuran, mabuk-mabukan, semua perilaku itu tidak berdampak pada bencana alam
yang terjadi akhir-akhir ini. Coba kita cermati kisah nabi Nuh, bukankah Tuhan
menimpakan air bah yang dahsyat kepada umat Nabi Nuh karena mereka tidak mau
mengikuti perintah Tuhan? Maka dari itu, kembalilah ke jalan yang benar.
Sobat,
nampaknya
kita terlalu fokus pada bagaimana caranya menanggulangi bencana alam dilihat dari
sisi perilaku alam saja. Tapi, kita tidak melihat pada bagaimana cara kita
memperlakukan alam. Itulah yang diinginkan olah Tuhan lewat firmannya
agar kita segera memperbaiki diri. Seolah-olah, yang salah atas semua bencana
ini adalah bumi. Padahal bumi hanya menerima apa yang manusia lakukan padanya
dan memberikan hasilnya kepada manusia. Tapi, karena manusia salah
memperlakukan bumi, maka yang dikembalikan kepada manusia adalah bencana yang
tidak ada habisnya.
Sobat,
marilah kita perduli dengan bumi. Jangan pernah merasa puas dengan sains dan
menjadikannya sebagai satu-satunya sandaran bagi umat manusia. Cermati kembali
rambu-rambu yang diberitahukan oleh kepada kita melalui Al-Qur’an.
Untuk itu, rajin-rajinlah membaca, mengkaji, dan merenungi isi kandungan
Al-Qur’an.
Kamar
L.107. 9 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar