Cerita ini adalah fakta. Aku
menjadi saksi hidup perjalanannya mencari kebenaran. Seperti nabi Ibrahim as
yang mencari kebenaran, seperti itulah dia menemukan islam. Aku angkat kisah
ini untuk mengajarkan tentang iman dan keyakinan, tentang kebersihan hati dan
kebenaran, tentang akhlak dan hidayah, dan tentang ketabahan yang kokoh.
Waktu itu, lima tahun yang lalu.
ia dan keluarganya baru saja keluar dari sebuah mobil taksi berwarna biru. Ia
berdiri di antara ayah dan ibunya. Mereka saling bercakap sambil menunggu pak
supir selesai menurunkan barang-barangnya. Dia adalah satu di antara empat
puluh orang calon mahasiswa yang dinyatakan lulus tes seleksi masuk yang
panjang. Hari ini adalah hari pertama empat puluh orang terpilih itu hidup
berasrama untuk empat tahun kedepan.
Rambutnya bergelombang menyentuh
bahu, Matanya bulat tapi tidak besar, Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih,
dan hidungnya agak pesek. Logatnya biasa saja, seperti kebanyakan orang Jakarta
meskipun dia asli orang jawa tengah yang masih kuat memegang tradisi. Namanya
Putri Ratnasari. Dia seorang kristiani. Padahal, aku kira dia muslim. Tidak ada
ciri-ciri bahwa dia seorang kristen katolik yang taat. Aku baru tahu setelah
satu minggu berada di sini. Berbeda dengan mahasiswa yang satu lagi, namanya
timotius. Dari namanya saja, setiap orang sudah yakin kalau dia bukan muslim.
Dan setelah melihat wajahnya, setiap orang semakin yakin kalau dia seorang
Kristen protestan.
Putri, adalah pribadi yang
penyayang. Aku pikir setiap mahasiswa di sini adalah mahasiswa dengan latar
belakang keluarga yang hidup berkecukupan, hidup layak, tanpa masalah yang
berat. Tapi, dugaanku salah. semakin lama aku berada di sini, aku tahu bahwa
dibalik pribadinya yang penyayang, dibalik pribadinya yang sangat feminim,
Putri memiliki masalah yang berat. Tapi, masalah itu sama sekali tidak nampak
di wajahnya. Justeru yang kelihatan adalah senyuman dan keramahan. Namun dibalik
senyuman dan keramahan itu, siapa yang mengetahui kalau hatinya tengah berada
dalam kebingungan, dan pikirannya sedang dalam tekanan akibat ikatan suami
isteri ayah dan ibu yang hampir putus.
Dilema, itulah yang sedang
dirasakan oleh Putri. Sebagai anak, ia ingin sekali berada di antara ayah dan
ibunya demi mempertahankan keluarga. Tapi di sisi lain, ia dan tiga puluh
sembilan mahasiswa lain sedang menjalani proses orientasi selama tiga bulan
hidup berasrama tanpa izin keluar kampus, dan tanpa alat komunikasi apapun.
Bingung, putri ingin sekali pulang menemui ayah dan ibunya, sementara dia terkurung
karena harus menyelesaikan program orientasi yang baru selesai tiga bulan ke depan.
Dilema, pulang dan dikeluarkan, atau tetap bertahan dalam tekanan dan
kekhawatiran selama tiga bulan.
Putri seperti diberkahi hati yang
bersih. Seperti Ibrahim yang tidak mau menerima begitu saja ajaran menyembah
berhala, bibit kebenaran beranjak mengganggu hatinya yang taat menyembah yesus
dan mengimani trinitas. Baginya, Satu adalah tiga dan tiga adalah satu,
merupakan hal yang tidak masuk akal. Sedangkan nabi menjadi tuhan, dan tuhan
menjelma menjadi manusia adalah hal yang tidak bisa diterima oleh iman. Antara
katolik dan islam ialah seperti dogma dan sains. Seperti Ibrahim yang berkelana
mencari tuhan dan kebenaran, seperti itulah rasa penasaran yang selalu membuatnya
memikirkan antara katolik atau islam.
Dua masalah itu saling
berhubungan, menjadi jalan penuh liku nun terjal selama pencarian…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar