Tahun ini menjadi tahun spesial bagi
umat muslim di Indonesia. Mengapa? Beberapa bulan lalu kita merayakan idul fitri
yang hampir bersamaan dengan peringatan kemerdekaan RI, dan kali ini kita
merayakan idul adha atau hari raya kurban yang jaraknya pun berdekatan dengan
peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober.
Renungan yang relevan patut dikemukakan
tentang misi dan pesan yang dibawa oleh perayaan Idul Adha dan Sumpah Pemuda. Jika
Islam -perayaan idul Adha- mengusung rahmatan
lil alamin (kedamaian bagi seluruh alam) maka sumpah pemuda mengusung semangat
kebersatuan dan kebangkitan pemuda Indonesia sebagaimana yang dikumandangkan
dalam diktum sumpah pemuda, bernegara satu,berbahasa satu dan bertanah air satu
Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, pada satu
dekade terakhir, banyaknya aksi kekerasan dan terorisme terjadi di saat peringatan
hari-hari besar keagamaan. Hal ini tentu mengusik
kedamaian kita. Pertanyaannya, apakah
momen idul adha yang berdekatan dengan peringatan sumpah pemuda ini mampu
mencegah tindakan tersebut ?
Berpijak dari permasalahan diatas momen kedekatan Idul
Adha dan peringatan hari sumpah pemuda ini memepunyai relevansi untuk
mengimplementasikan serta mengejawantahkan misi, pesan-pesan perdamaian dari
keduanya. Idul Adha yang berdimensi vertikal dengan tujuan Taqarrub kepada
Tuhan dengan berkurban, juga mempunyai dimensi horizontal yang termanifestasi
dengan pembagian daging hewan sembelihan kepada orang-orang miskin. Hal itu mengingatkan
kepada kita akan pentingnya kebersamaan, dan indahnya berbagi dengan sesama.
Di lain pihak, sumpah pemuda mengingatkan kita akan jiwa
nasioinalisme dan pentingnya kesatuan serta semangat untuk maju dalam memerangi
segala usaha yang merongrong negara kesatuan republik indonesia ini.
Betapapun nasionalisme anak muda hari
ini patut kita kaji, kita pertanyakan bahkan kita curigai kalau diperlukan.
Mengapa? Karena ibarat tanaman, nasionalisme kita hari ini dihinggapi oleh
sekian banyak insektisida dan juga penyakit gulma. Misalnya, derasnya budaya
asing korea yang membuat anak
muda kita gagap bahkan galau dalam mendefinisikan
nasionalismenya sendiri, selain itu bahasa anak muda kita hari ini juga menghawatirkan, bahasa baku
indonesia hampir punah diembargo oleh bahasa alay yang “seksi” bagi sebagian
banyak generasi muda kita.
Maka outputnya, tatkala beberapa tahun
lalu Sabrang Mowo Damar Panoloeh (200)
memodifikasi sumpah pemuda dengan menambahi kata “sudah” yang menjadi sudah bertanah
air satu, sudah bernegara satu dan sudah berbahasa satu yakni indonesia maka
betapa tidak bisa kita bayangkan generasi muda kita hari ini ketika membaca
sumpah pemuda serta merta mereka memodifikasinya sendiri sesuai selera.
Bahasanya menjadi, kami putra putri indonesia mengaku bertanah air
satu tanah air indonesia, kami putra putri indonesia mengaku bernegara satu
negara indonesia, kami putra putri indonesia mengaku berbahasa satu berbahasa
indonesia, “bahasa indonesia saja atau bahasa indonesia banget?” Lalu dari
seberang lamat-lamat terdengar “terus gue harus koprol sambil bilang wew gitu?”
Sungguh itu tantangan besar bagi kita semua karena jika hal ini kita biarkan
maka tak mustahil nasionalisme kita esok akan terkikis habis tanpa sisa. Kaitannya dengan urgensi kebersamaan
dan kesatuan ini mohammad sobari (2008) berpendapat bahwa, umat beragama di Indonesia harus berani
serta sepakat untuk menentukan musuh bersama yang harus diperangi, dalam hal ini musuh kita bersama adalah
kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan dan juga penjajahan budaya. Untuk itu
marilah kita bersama memerangi keempat-empatnya dengan semangat kebersamaan
yang tercermin dalam Idul Adha dan semangat nasionalisme yang tercermin dalam sumpah
pemuda. Dengan idul adha kita merenungi khazanah dalam mendekatkan diri kepada
Allah SWT sementara dalam sumpah pemuda kita belajar memerangi gejala
nasionalisme yang fluktuatif dan cenderung terkikis. Wallahu a’lam.
Oleh : Fariz Alniezar (Peneliti di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul
Ulama (STAINU) Jakarta BergeSenin, 29 Oktober 2012 12:21 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar